Palangka Raya, Newsinkalteng.co.id - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Tengah, Shalahuddin, mengungkapkan kebingungannya mengenai munculnya masalah penghancuran gedung KONI Kalteng yang tiba-tiba dikategorikan sebagai cagar budaya. Padahal, rencana pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di atas lahan gedung KONI Kalteng yang terintegrasi dengan Bundaran Besar Kota Palangka Raya telah digagas sejak tahun 2021.
Dalam ditemui awak media, Shalahuddin menegaskan bahwa pihaknya telah mengundang berbagai tokoh provinsi untuk membahas rencana tersebut dua tahun lalu.
“Pada tahun 2021 kami pun sudah undang para tokoh yang ada di provinsi ini untuk membahas rencana tersebut, tidak ada penolakan,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa Peraturan Daerah (Perda) Kalteng nomor 2 Tahun 2021 tentang rencana pembangunan menara Bank Kalteng menyebutkan penghancuran Gedung KONI Kalteng. Namun, pada waktu itu, tidak ada indikasi gedung tersebut sebagai cagar budaya.
Kejutan datang pada Desember 2023 ketika Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan surat yang menyatakan gedung KONI Kalteng diduga sebagai cagar budaya.
“Setelah kita mau membangun RTH dan menghancurkan gedung KONI Kalteng, tiba-tiba muncul surat dari Kemendikbudristek pada Desember 2023 yang menyatakan gedung KONI Kalteng diduga cagar budaya,” jelas Shalahuddin.
Lebih lanjut, Shalahuddin menyatakan kebingungannya terhadap surat tersebut, terutama karena tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pemerintah provinsi sebagai pemilik aset. Meski demikian, pihak Dinas PUPR Kalteng telah memberikan penjelasan kepada Kemendikbudristek tentang rencana pembangunan RTH yang sudah dirancang sejak lama dan telah melalui studi kelayakan serta meminta pandangan para tokoh.
“Kami juga menanyakan apa kriteria gedung KONI Kalteng sebagai cagar budaya. Sampai saat ini belum ada yang bisa menjawab dari Kemendikbudristek,” terang Shalahuddin.
Masalah ini menjadi perhatian publik karena Bundaran Besar Kota Palangka Raya, sebagai salah satu landmark kota, direncanakan untuk mendapatkan tambahan ruang hijau yang akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Wakil Gubernur Kalimantan Tengah juga menyatakan keinginan untuk menciptakan ruang terbuka hijau dan tempat bermain di area tersebut.
Konflik antara upaya pelestarian cagar budaya dan pembangunan infrastruktur kota menjadi sorotan, mengingat pentingnya menjaga warisan budaya sambil memenuhi kebutuhan pembangunan kota yang berkelanjutan. Bagaimana kelanjutan dari polemik ini masih ditunggu oleh masyarakat Kalimantan Tengah dan berbagai pihak terkait. [Hlm/Red]